Sabtu, 24 Oktober 2009

MENYOAL EKSISTENSI MENWA INDONESIA

RESERVE Officers Training Corps (ROTC/Korps Perwira Cadangan)
perguruan tinggi terbaik di Amerika, seperti di University of Georgia
dan MIT (Massachusetts Institute of Technology). Komunitas ini telah
melahirkan kebanggaan dan tradisi bagi mahasiswa akan bela negara dan
kepemimpinan.

Kelahiran ROTC pun dalam situasi negara yang tidak menentu (perang
saudara), tidak jauh berbeda dengan Indonesia yang lebih dikenal
sebagai Resimen Mahasiswa (Menwa) yang juga lahir di masa negara
dalam situasi krisis, serta merupakan manifestasi (berkelanjutan)
dari tradisi kejuangan Tentara Pelajar dan Corps Brigade Mahasiswa
(1945-1965).

Bedanya, ROTC saat ini telah menjadi sumber kepemimpinan nasional di
Amerika, karena eksistensinya sangat jelas, pola pelatihannya terpadu
dan terarah untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi terbaik yang
dibekali kepemimpinan dan keahlian di bidangnya. Sebaliknya di
Indonesia, Menwa yang telah berusia hampir 41 tahun masih terus
di-ubeg-ubeg dan statusnya "dibuat" mengambang.

Peristiwa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS) beramai-ramai menuntut pembubaran Menwa di kampus UMS
salah satu contohnya. (Suara Merdeka, 13 September 2002).

Mungkin lain ceritanya, bila yang menolak Menwa pernah membaca
situs-situs ROTC di internet dan memahami filosofi demokrasi dan
kebebasan berorganisasi.

Mungkin, keinginan euforia mahasiswa yang terjadi akan lebih tepat
lagi bila menghasilkan implikasi bagaimana pemberdayaan organisasi
Menwa masa depan, agar berkontribusi lebih banyak bagi bangsa dan
negara, bukan sebaliknya.

Sebenarnya konsep awal Menwa tak ubahnya ROTC di Amerika pada akhir
abad ke-19 sebagai milisi rakyat untuk bela negara. Namun konsep awal
yang "indah" tersebut berakhir dengan adanya pembubaran Menwa melalui
pencabutan SKB 3 Menteri (Depdikbud-Depdagri-Dephankam) akibat
munculnya berbagai kasus negatif yang dilakukan Menwa.

Padahal apabila dianalisa secara objektif, justru SKB 3 Menteri
membebani Menwa karena aturan maupun praktik pelaksanaannya tidak
dijalankan secara konsisten oleh pihak-pihak yang terkait. Peran yang
dijalankan ketiga departemen tersebut sangat marginal, sehingga Menwa
tidak bisa melakukan pembinaan dan pengembangan potensi bela negara
dengan baik.

Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengkaji Menwa dalam
kerangka konstruktif dan menghindari tindakan yang kontraproduktif
bagi eksistensi Menwa.

Perubahan yang mendasar dan menyeluruh (rekayasa ulang) bagi Menwa
sudah menjadi kebutuhan mutlak. Nampaknya, harus belajar pada
Malaysia. PALAPES, begitu mereka menyebut Menwanya, telah berkembang
dengan baik dan menjadi pola ideal tidak ubahnya ROTC di Amerika.

Pada waktu awal pembentukan PALAPES di Malaysia, Menwa Indonesia
dijadikan inspirasi awal dan studi banding mereka, baik secara konsep
maupun implementasinya. Namun, kini PALAPES telah berkembang pesat
meninggalkan saudaranya di Indonesia.

Dua Aspek

Pengembangan Menwa memiliki dua aspek utama, yaitu pertama, sebagai
wadah untuk aktivitas kemahasiswaan, tak ubah seperti UKM (Unit
Kemahasiswaan) yang lain, sebagai wahana penyaluran hobi,
bersosialisasi, berorganisasi.

Kedua, Menwa merupakan perwujudan konsep misi/battle orders sebagai
konsekuensi logis adanya Pasal 30 UUD 1945 (AH Nasution, 1994).

Sedangkan dalam dimensi praktis, model rekayasa ulang Menwa akan
mirip dengan ROTC di Amerika, sebagai salah satu sumber militer
karier sekaligus sebagai wadah community/service UKM perguruan
tinggi.

Jangan heran, apabila dijumpai tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang
belajar di Amerika nyambi menjadi "kadet" sukarela melalui jalur Army
ROTC, karena si mahasiswa Indonesia ingin menyalurkan
hobi/bersosialisasi dan belajar berorganisasi pada manajemen militer
sekaligus menyelesaikan pendidikan akademiknya.

Inilah kenyataan yang ada, di Indonesia Menwa dituntut dibubarkan,
tetapi di Amerika banyak mahasiswa Indonesia yang numpang latihan
bela negara.

Resimen Teknologi

Tantangan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia di masa kini dan
mendatang sudah sedemikian berubah.

Adanya mahasiswa berkarier di militer seperti ROTC, maka tidak
menutup kemungkinan model Resimen Teknologi seperti di Amerika yang
merupakan sumber perwira untuk memenuhi kebutuhan teknologi militer
(perwira-perwira operasi kapal induk, teknologi informasi, nuklir,
biologi dan kimia) dapat juga diaplikasikan di Indonesia. Program ini
dilaksanakan melalui perguruan tinggi semacam ITB, UI, UGM, Undip,
UNS dan perguruan tinggi lainnya.

Sun Tzu, seorang pemimpin, ahli filosofi Cina yang hidup pada abad
keempat SM, mewariskan banyak kebijaksanaan mengenai strategi dan
taktik militer yang dapat diterapkan pada semua bisnis. Bahkan
kesuksesan "Operasi Badai Gurun" dalam Perang Teluk beberapa tahun
lalu, juga telah menghasilkan buku-buku text-book tentang manajemen
operasi dan logistik modern.

Inilah yang dapat dijadikan sebagai value yang sangat berharga bagi
mahasiswa untuk berperan serta dalam wadah seperti ROTC dan
mengkajinya dalam pendekatan ilmiah.

Semua aktivitas tersebut memiliki filosofis membentuk karakter yang
sangat berguna sebagai penempaan kepemimpinan mahasiswa masa depan.
Jadi aktivitas ROTC bukan sekadar latihan perang-perangan tetapi
mengambil filosofi dari latihan sebagai model laboratorium
kepemimpinan alternatif bagi mahasiswa.


Pada akhirnya output yang akan diperoleh setiap mahasiswa berupa
pemberdayaan diri yang memiliki sosok kepemimpinan karakter dan
keunggulan kompetitif (mental, emosional, dan fisik). Selain juga
memiliki nilai-nilai utama antara lain, a) loyalitas kepada
kehormatan bangsa, b) melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, c)
respek terhadap sesama, d) terbiasa mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi, e) kehormatan diri, f)
integritas, g) sosok yang bijaksana dalam memandang segala hal.

Langkah Dramatis

Untuk menuju Indonesian ROTC, diperlukan beberapa langkah "dramatis"
yang harus dilewatkan dengan tenggang waktu kurang dari dua tahun.
Pertama, pematangan konsep dan kelembagaan. Sebenarnya sudah sejak
tahun 1967 Menwa ITB mengajukan konsep Indonesian ROTC. Tetapi,
malang pemikiran itu seperti elektron menabrak dinding potensial tak
terhingga, tak ada yang mengembus, semuanya mantul. Karena dalam 32
tahun terakhir ini, hampir semua kekuatan sipil terpinggirkan
termasuk Menwa dibiarkan tidak berkembang.

Kedua, legal formal action. Bagaimanapun, negara dalam arti
pemerintah/presiden bersama DPR harus memperkokoh konsep dan
kelembagaan dan menjadikannya sebagai UU.

Ketiga, pelaksanaan proyek percontohan. Setelah piranti hukum
disahkan, selanjutnya tahap terpenting yaitu pelaksanaan operasional
di lapangan. Proyek percontohan resimen. Teknologi sebagai
cikal-bakal Indonesian ROTC ini, harus dikontrol dan dievaluasi
dengan ketat. Bandung sebagai pusat pendidikan tentara, dapat
menopang program ini.

Mahasiswa yang terpilih disaring sejak mereka lulus UMPTN, dan dapat
mengikuti seleksi sukarela untuk memasuki program Resimen Teknologi.

Keempat, evaluasi dan penyempurnaan. Tidak ada sesuatu yang terjadi
sempurna, oleh karena itu diperlukan proses pengembangan
berkelanjutan. Karena dengan evaluasi dan penyempurnaan, maka sistem
dan kurikulum yang dilaksanakan dapat menjadi lebih baik dan menjadi
prototip yang sempurna.

Kelima, pencangkokan oleh perguruan tinggi terpilih. Pada tahap ini
dapat dilakukan hanya bagi perguruan tinggi yang berkualitas dan
berstandar sesuai yang ditentukan oleh Dephankam dan Depdiknas,
karena berimplikasi pada kontrol dan tanggung jawab operasional di
lapangan. (18)

Menyoal Eksistensi Menwa
Oleh: Bima Hermastho dan Rifki Muhida

RESERVE Officers Training Corps (ROTC/Korps Perwira Cadangan)
perguruan tinggi terbaik di Amerika, seperti di University of Georgia
dan MIT (Massachusetts Institute of Technology). Komunitas ini telah
melahirkan kebanggaan dan tradisi bagi mahasiswa akan bela negara dan
kepemimpinan.

Kelahiran ROTC pun dalam situasi negara yang tidak menentu (perang
saudara), tidak jauh berbeda dengan Indonesia yang lebih dikenal
sebagai Resimen Mahasiswa (Menwa) yang juga lahir di masa negara
dalam situasi krisis, serta merupakan manifestasi (berkelanjutan)
dari tradisi kejuangan Tentara Pelajar dan Corps Brigade Mahasiswa
(1945-1965).

Bedanya, ROTC saat ini telah menjadi sumber kepemimpinan nasional di
Amerika, karena eksistensinya sangat jelas, pola pelatihannya terpadu
dan terarah untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi terbaik yang
dibekali kepemimpinan dan keahlian di bidangnya. Sebaliknya di
Indonesia, Menwa yang telah berusia hampir 41 tahun masih terus
di-ubeg-ubeg dan statusnya "dibuat" mengambang.

Peristiwa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS) beramai-ramai menuntut pembubaran Menwa di kampus UMS
salah satu contohnya. (Suara Merdeka, 13 September 2002).

Mungkin lain ceritanya, bila yang menolak Menwa pernah membaca
situs-situs ROTC di internet dan memahami filosofi demokrasi dan
kebebasan berorganisasi.

Mungkin, keinginan euforia mahasiswa yang terjadi akan lebih tepat
lagi bila menghasilkan implikasi bagaimana pemberdayaan organisasi
Menwa masa depan, agar berkontribusi lebih banyak bagi bangsa dan
negara, bukan sebaliknya.

Sebenarnya konsep awal Menwa tak ubahnya ROTC di Amerika pada akhir
abad ke-19 sebagai milisi rakyat untuk bela negara. Namun konsep awal
yang "indah" tersebut berakhir dengan adanya pembubaran Menwa melalui
pencabutan SKB 3 Menteri (Depdikbud-Depdagri-Dephankam) akibat
munculnya berbagai kasus negatif yang dilakukan Menwa.

Padahal apabila dianalisa secara objektif, justru SKB 3 Menteri
membebani Menwa karena aturan maupun praktik pelaksanaannya tidak
dijalankan secara konsisten oleh pihak-pihak yang terkait. Peran yang
dijalankan ketiga departemen tersebut sangat marginal, sehingga Menwa
tidak bisa melakukan pembinaan dan pengembangan potensi bela negara
dengan baik.

Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengkaji Menwa dalam
kerangka konstruktif dan menghindari tindakan yang kontraproduktif
bagi eksistensi Menwa.

Perubahan yang mendasar dan menyeluruh (rekayasa ulang) bagi Menwa
sudah menjadi kebutuhan mutlak. Nampaknya, harus belajar pada
Malaysia. PALAPES, begitu mereka menyebut Menwanya, telah berkembang
dengan baik dan menjadi pola ideal tidak ubahnya ROTC di Amerika.

Pada waktu awal pembentukan PALAPES di Malaysia, Menwa Indonesia
dijadikan inspirasi awal dan studi banding mereka, baik secara konsep
maupun implementasinya. Namun, kini PALAPES telah berkembang pesat
meninggalkan saudaranya di Indonesia.

Dua Aspek

Pengembangan Menwa memiliki dua aspek utama, yaitu pertama, sebagai
wadah untuk aktivitas kemahasiswaan, tak ubah seperti UKM (Unit
Kemahasiswaan) yang lain, sebagai wahana penyaluran hobi,
bersosialisasi, berorganisasi.

Kedua, Menwa merupakan perwujudan konsep misi/battle orders sebagai
konsekuensi logis adanya Pasal 30 UUD 1945 (AH Nasution, 1994).

Sedangkan dalam dimensi praktis, model rekayasa ulang Menwa akan
mirip dengan ROTC di Amerika, sebagai salah satu sumber militer
karier sekaligus sebagai wadah community/service UKM perguruan
tinggi.

Jangan heran, apabila dijumpai tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang
belajar di Amerika nyambi menjadi "kadet" sukarela melalui jalur Army
ROTC, karena si mahasiswa Indonesia ingin menyalurkan
hobi/bersosialisasi dan belajar berorganisasi pada manajemen militer
sekaligus menyelesaikan pendidikan akademiknya.

Inilah kenyataan yang ada, di Indonesia Menwa dituntut dibubarkan,
tetapi di Amerika banyak mahasiswa Indonesia yang numpang latihan
bela negara.

Resimen Teknologi

Tantangan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia di masa kini dan
mendatang sudah sedemikian berubah.

Adanya mahasiswa berkarier di militer seperti ROTC, maka tidak
menutup kemungkinan model Resimen Teknologi seperti di Amerika yang
merupakan sumber perwira untuk memenuhi kebutuhan teknologi militer
(perwira-perwira operasi kapal induk, teknologi informasi, nuklir,
biologi dan kimia) dapat juga diaplikasikan di Indonesia. Program ini
dilaksanakan melalui perguruan tinggi semacam ITB, UI, UGM, Undip,
UNS dan perguruan tinggi lainnya.

Sun Tzu, seorang pemimpin, ahli filosofi Cina yang hidup pada abad
keempat SM, mewariskan banyak kebijaksanaan mengenai strategi dan
taktik militer yang dapat diterapkan pada semua bisnis. Bahkan
kesuksesan "Operasi Badai Gurun" dalam Perang Teluk beberapa tahun
lalu, juga telah menghasilkan buku-buku text-book tentang manajemen
operasi dan logistik modern.

Inilah yang dapat dijadikan sebagai value yang sangat berharga bagi
mahasiswa untuk berperan serta dalam wadah seperti ROTC dan
mengkajinya dalam pendekatan ilmiah.

Semua aktivitas tersebut memiliki filosofis membentuk karakter yang
sangat berguna sebagai penempaan kepemimpinan mahasiswa masa depan.
Jadi aktivitas ROTC bukan sekadar latihan perang-perangan tetapi
mengambil filosofi dari latihan sebagai model laboratorium
kepemimpinan alternatif bagi mahasiswa.


Pada akhirnya output yang akan diperoleh setiap mahasiswa berupa
pemberdayaan diri yang memiliki sosok kepemimpinan karakter dan
keunggulan kompetitif (mental, emosional, dan fisik). Selain juga
memiliki nilai-nilai utama antara lain, a) loyalitas kepada
kehormatan bangsa, b) melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, c)
respek terhadap sesama, d) terbiasa mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi, e) kehormatan diri, f)
integritas, g) sosok yang bijaksana dalam memandang segala hal.

Langkah Dramatis

Untuk menuju Indonesian ROTC, diperlukan beberapa langkah "dramatis"
yang harus dilewatkan dengan tenggang waktu kurang dari dua tahun.
Pertama, pematangan konsep dan kelembagaan. Sebenarnya sudah sejak
tahun 1967 Menwa ITB mengajukan konsep Indonesian ROTC. Tetapi,
malang pemikiran itu seperti elektron menabrak dinding potensial tak
terhingga, tak ada yang mengembus, semuanya mantul. Karena dalam 32
tahun terakhir ini, hampir semua kekuatan sipil terpinggirkan
termasuk Menwa dibiarkan tidak berkembang.

Kedua, legal formal action. Bagaimanapun, negara dalam arti
pemerintah/presiden bersama DPR harus memperkokoh konsep dan
kelembagaan dan menjadikannya sebagai UU.

Bima Hermastho, mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Undip, Rifki
Muhida Researcher dan mahasiwa Program Doktor Fisika Teori, Osaka
University, Jepang.

Melipatgandakan Sistem Pertahanan NKRI

Resimen Mahasiswa (MENWA) adalah konsep Bela Negara yang paling ideal di Indonesia. Anggota Menwa adalah sekumpulan mahasiswa yang memiliki idealisme yang murni tentang nasionalisme. Mereka dengan sukarela mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk menyiagakan diri menjadi cadangan nasional jika sewaktu-waktu negara membutuhkan. Dengan idealismenya, Menwa terus berlatih meskipun tidak mendapat dukungan, Setelah melaksanakan Pra Pendidikan Dasar, dirangkai dengan DIKSAR, Menwa tidak pernah menuntut apapun kepada negara, termasuk gaji sekalipun. Bahkan anggaran selama menjadi anggota Menwa di dapat dari unsur swasta, kecuali Menwa Perguruan Tinggi Negeri. Menwa-Menwa Perguruan Tinggi swasta merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan termasuk DIKSAR dengan menggunakan dana dari pihak swasta. Sesuatu yang sangat aneh, sebuah unsur pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang siap mengabdi demi Indonesia tercinta, ernyata makan, minum dan berfikirnya dibiayai oleh swasta, yaitu pihak Universitas, itupun harus melalui lobi-lobi yang sangat prosedural. Yang aneh lagi ternyata Menwa-menwa ini masih saja loyal kepada NKRI.

Sebagai unsur pertahanan, bersama rakyat dan TNI, Menwa selalu siaga jika sewaktu-waktu terjadi gejolak di Indonesia,selama masa siaga dan tidak terjadi gejolak, Menwa tidak mendapat apapun dari Negara ini. selain sertifikat DIKSAR, yang itupun dibeli dengan dana mengemis dari pihak swasta. Sebenarnya, apa sulitnya bagi Pemerintah untukmemberikan dana operasional, pendidikan dan latihan kepada Menwa. JIka setiap perguruan tinggi diberi dana Rp.10.000.000 per tahun itu sudah sangat layak untuk membiayai kegiatan Menwa. Mungkin ada yang beranggapan, dana itu terlalu besar. Baik, coba kita hitung, gaji seorang prajurit TNI, anggap saja gaji bersihnya adalah Rp.1.000.000, berarti dalam satu tahun gaji prajurit adalah 1.000.000 X 12 = Rp.12.000.000.

Dengan asumsi tersebut, berarti gaji seorang prajurit TNI bisa untuk membiayai Menwa satu Universitas. Bahkan masih sisa Rp.2.000.000 . Berarti pemerintah mengurangi anggaran seorang prajurit TNI yang siap berkorban demi NKRI untuk dialihkan pada 50 orang Menwa yang juga siap berkorban demi NKRI. Jika ini terlaksana dengan baik, kekuatan pertahanan bangsa ini akan naik 50 kali lipat, dibandingkan hari ini, dan juga efisiensi hingga 50 kali lipat. Pemerintah tidak perlu membiayai hidup setiap personil Menwa, cukup biayai saja kegiatannya.
Menwa dan TNI sama-sama siaga, mereka juga unsur pertahanan bagi bangsa Indonesia. Bedanya saat ini-mungkin sampai batas waktu yang tidak ditentukan-Menwa akan terus menerus di biayai oleh swasta, TANYA KENAPA DEPHAN, DEPDAGRI DAN DEPDIKNAS.